Ilustrasi bahan-bahan jamu - Image from kompasiana.com
Jamu, obat herbal dan lainnya manjur gak untuk sembuhkan Covid-19?
Beberapa waktu lalu sempat heboh kabar obat herbal sukses sembuhkan pasien Covid-19. Lantas benarkah informasi tersebut, apakah jamu dan obat herbal sejenisnya mampu sembuhkan Covid-19?
Di tengah pandemi seperti saat ini, obat atau vaksin Covid-19 jadi harapan utama masyarakat seluruh dunia agar bisa terbebas dari virus corona.
Saat ini, pembuatan vaksin masih dalam proses hingga akhirnya dapat diberikan kepada manusia. Sementara itu, penelitian obat tradisional juga gencar dilakukan berbagai pihak untuk membantu proses penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 ini.
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Akhmad Saikhu mengatakan bahwa satu-satunya obat Covid-19 adalah anti-virus berupa vaksin.
Oleh sebab itu, penggunaan obat tradisional tidak dapat menyembuhkan Covid-19.
“Jamu (obat tradisional) ini adalah untuk komorbit dari COVID-19, artinya bisa dipergunakan untuk meringankan gejala-gejala penyerta,” ujarnya saat berdialog melalui ruang digital di Media Center Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Rabu (5/8/2020).
Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan obat tradisional terdiri dari tiga kategori diantaranya adalah jamu, obat herbal terstandarisasi dan fitofarmaka.
Obat-obat tersebut juga harus memenuhi syarat seperti tidak menimbulkan efek samping, mengganggu kinerja hati ataupun ginjal.
Mengenai kegiatan mencampur ramuan-ramuan jamu atau biasa dikenal dengan oplosan, Badan Litbang Kesehatan Kemenkes sudah mengeluarkan daftar ramuan jamu yang bisa dikonsumsi secara langsung sehingga tak berbahaya bagi kesehatan.
Kemudian Akhmad Saikhu juga mengimbau kepada masyarakat yang sudah biasa mengonsumsi jamu, untuk tetap rutin mengonsumssinya. Sebab dengan konsisten maka bisa meningkatkan daya tahan tubuh atau meringankan gejala penyakit.
"Untuk masa-masa COVID-19 ini, justru ditingkatkan saja takarannya,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Togi Junuce Hutadjulu, Direktur Standarisasi Obat Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan Zat Adiktif menjelaskan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga bertugas untuk memastikan obat tradisional layak untuk dikonsumsi.
Dalam artian bahwa obat tradisional harus memenuhi berbagai persyaratan aspek khasiat, keamanan dan juga kualitas.
“Pengembangan vaksin sekarang sedang berjalan, dan BPOM mengawal untuk memastikan bahwa obat ini nantinya akan aman digunakan dalam rangka pencegahan ataupun treatment dalam COVID-19,” ucapnya mengenai pengawasan terhadap pengembangan vaksin.
Prosedur Pembuatan Obat Covid-19
Selanjutnya Togi juga menjabarkan mengenai prosedur pembuatan obat yang dilakukan pada situasi pandemi COVID-19.
Pertama adalah proses penelitian guna mencari molekul yang potensial untuk digunakan.
Setelah mendapatkan molekul tersebut, dilakukanlah uji laboratorium untuk menetapkan karakterisasi serta spesifikasinya.
“Kemudian kalau sudah kelihatan ada potensi untuk manfaat dan keamanannya, itu akan pindah ke uji praklinis,” lanjutnya.
Uji praklinis dilakukan pada hewan untuk membuktikan keamanan obat tersebut, sehingga dapat dilanjutkan ke uji klinis.
Ia menjelaskan bahwa terdapat tiga fase dalam uji klinis. Pertama adalah fase untuk memastikan keamanan.
Fase kedua adalah untuk memastikan efektivitas. Sedangkan fase ketiga adalah untuk mengonfirmasi keamanan dan khasiat obat tersebut.
Terkait obat tradisional yang tersebar di pasaran, Togi menegaskan bahwa obat tersebut juga harus mendapatkan izin dari BPOM.
Masyarakat juga diminta melakukan pengecekan pada kemasan, label, nomor izin edar, serta tanggal kedaluwarsa. Jika masih terdapat keraguan terhadap suatu produk, masyarakat diminta menghubungi contact center BPOM.
Kemudian mengenai pengembangan vaksin, ia menyampaikan bahwa uji klinis akan dilakukan setidaknya pada 1.620 subyek di pertengahan bulan Agustus ini.
“Yang melakukan adalah Universitas Padjadjaran, Fakultas Kedokteran. Ini merupakan kerja sama antara Biofarma,” imbuh Togi.
Biofarma diperkirakan akan mengajukan izin edar vaksin di bulan Januari 2021, serta diharapkan persetujuan tersebut dapat dikeluarkan pada Februari 2021.
Terakhir, Togi meminta masyarakat untuk tetap waspada terhadap klaim dalam suatu produk, baik obat modern maupun obat tradisional, khususnya di situasi pandemi COVID-19 ini.
Jadi, jangan mudah percaya jika ada klaim obat tradisional tertentu bisa sembuhkan Covid-19. Sebab hingga kini, obat atau vaksin Covid-19 masih terus dikembangkan dan butuh waktu yang tidak singkat.