Ilustrasi pasangan yang menunggu antrean cerai - Image from jabar.inews.id
Mau gimana lagi, saya punya anak yang harus dibiayai
Gugatan cerai di satu kantor pengadilan agama bisa mencapai 100 berkas perkara per hari. Lebih banyak diajukan oleh para istri yang putus asa dengan suami yang tak lagi bekerja padahal ada anak yang harus dibiayai.
Pandemi Covid-19 pemicu melonjaknya angka perceraian di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Pandemi menyebabkan kondisi ekonomi jadi serba sulit.
Mulai dari banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja, banyak perusahaan yang ditutup, gaji diturunkan dan lain sebagainya.
Akibatnya, suami tidak bisa memberikan nafkah lagi untuk keluarga dan ekonomi keluarga menjadi berantakan.
Setiap hari, ratusan warga yang ingin bercerai mendatangi Pengadilan Agama Indramayu.
Suasana Kantor Pengadilan Agama Kelas Satu Indramayu dipadati oleh ratusan pasangan suami istri yang mengajukan pemohon gugatan perceraian, Selasa (1/9/2020) pagi. Bahkan, para pemohon mengantre hingga di area luar kantor.
Sehari 100 Berkas Gugatan Cerai
Humas Pengadilan Agama Kelas 1 Indramayu Kurniati menjelaskan, dalam sehari, Kantor Pengadilan Agama Kelas Satu Indramayu mencatat sebanyak 100 berkas perkara pengajuan gugatan cerai.
Sejak pandemi hingga kini, gugatan yang masuk bahkan sudah mencapai 5.575 dan sebanyak 80 persen di antaranya merupakan gugatan perceraian.
Waktu belum ada Covid-19 rata-rata 50-an sampai 70 sehari, sekarang melonjak sampai dengan 100 perkara per hari. Sejak Covid-19 sampai sekarang sudah ada 5.500 perkara yang masuk,” kata Kurniati di Indramayu, Selasa (1/9/2020).
Meningkatnya angka perceraian pasangan suami istri ini beriringan dengan dampak pandemi yang luar biasa.
Dalam enam bulan terakhir, warga kesulitan mencari pekerjaan. Lulusan baru tak hanya bersaing dengan angkatannya. Namun juga bersaing dengan korban PHK, pengangguran tahun sebelumnya dan lainnya.
Ekonomi Keluarga Berantakan
Alhasil banyak warga yang tidak bekerja selama bulan-bulan terakhir. Suami yang biasanya mencari nafkah dan kehilangan pekerjaan di masa pandemi Covid-19 menjadi salah satu penyebab utama gugatan cerai.
Selain itu, guncangan perekonomian rumah tangga juga menjadi pemicu utama penyebab perceraian meningkat.
“Lebih banyak yang diajukan oleh istri daripada suami. Pemicu perceraian yang paling banyak karena faktor ekonomi. Pihak suami tidak bertanggung jawab dalam masalah nafkah sehingga istri ingin bercerai dengan suami,” katanya.
Salah satu pemohon gugatan perceraian, Ratna Sari mengatakan, dirinya hendak menggugat cerai suaminya. Dia ingin bercerai karena faktor ekonomi yang kian memburuk selama pandemi Covid-19.
“Saya ingin bercerai karena persoalan ekonomi. Suami saya sudah enggak kerja gara-gara corona. Sebelumnya dia kerja di proyek. Ya mau bagaimana lagi, saya punya anak yang harus dibiayai,” katanya.
Di masa sulit seperti ini memang seringkali dihimpit dengan berbagai pilihan sulit. Namun alangkah baiknya setiap pasangan untuk berusaha menghadapi kondisi sulit ini bersama-sama.
Meski tak mudah, perceraian belum tentu menjadi solusi dari masalah ekonomi yang dihadapi. Ingat untuk mempertimbangkan baik-baik keputusan yang dicapai dan memilih pilihan yang paling membawa manfaat.