Walikota Surabaya saat mengawasi proses pembersihan - Image from kumparan.com
Demo boleh, tapi jangan anarkis
Aksi demonstrasi guna menolak UU Omnibus Law di Surabaya berujung ricuh. Banyak fasilitas umum yang dirusak dan dibakar. Hal ini lah yang kemudian membuat Risma Walikota Surabaya menjadi geram dan marah.
Tri Rismaharini Walikota Surabaya menghadang sekelompok pendemo yang ditangkap polisi saat aksi menolak UU Omnibus Law di Surabaya, pada Kamis (8/10/2020) malam.
Risma memarahi mereka sebab merusak fasilitas umum di Surabaya. Emosi Risma semakin memuncak saat tahu bahwa para pendemo tersebut bukan warga Surabaya. Ada yang mengaku dari Lamongan dan juga Madiun.
"Tega sekali kamu, saya setengah mati bangun kota ini, kamu yang hancurin," kata Risma.
Risma Walikota Surabaya saat marahi pendemo anarkis - Image from kumparan.com
Tak cukup disitu, Risma juga sempat bertanya motif salah satu demonstran asal Lamongan dalam keikutsertaan demo tolak UU Omnibus Law di Surabaya.
"Kamu tahu apa itu UU Omnibus Law?", tanya Risma.
Pemuda tersebut lantas menjawab, "Tahu bu, undang-undang, tapi saya enggak hafal," kata pemuda tersebut.
Kelompok pemuda itu pun kemudian langsung dibawa polisi untuk diproses lebih lanjut.
Usai memarahi sekelompok pemuda yang ditangkap polisi, Risma turut membersihkan kawasan demo dengan memunguti sampah.
Risma melakukan kegiatan bersih-bersih itu di sebagian Jalan Gubernur Suryo sampai ke pertigaan Jalan Tunjungan Surabaya.
Walikota Surabaya tersebut tak gengsi untuk memunguti sampah yang dipenuhi botol air mineral dan batu di sepanjang jalan tersebut, bersama jajara satuan Linmas dan Satpol PP Kota Surabaya.
Seperti diberitakan, polisi melakukan pembubaran paksa aksi demonstrasi tolak UU Omnibus Law di Surabaya Kamis sore pukul 15.30 WIB saat massa mulai bertindak anarkis.
Diketahui banyak dari mereka merusak lampu penerangan jalan dan menjebol pagar Gedung Negara Grahadi sisi selatan.
Saat mobil water canon bergerak, ratusan polisi yang berada di dalam halaman Gedung Grahadi juga serentak membubarkan para pendemo.
Suasana mendadak mencekam karena polisi berulang kali menembakkan gas air mata ke arah massa.
Sementara massa membalas aksi tersebut dengan melempari bermacam benda ke arah Gedung Negara Grahadi di Jalan Gubernur Suryo. Benda-benda yang dilempar, seperti halnya botol air mineral, batu hingga bahan-bahan dari besi lainnya.
Kabag Humas Pemerintah Kota Surabaya Febriadhitya Prajatara. juga turut menanggapi aksi anarkis yang dilakukan para pendemo di Surabaya tersebut. Ia menyayangkan fasilitas publik yang dirusak dan dibakar.
"Kami menyayangkan fasilitas publik dirusak atau dibakar. Mestinya menyuarakan pendapat tetap menjaga aset publik. Itu lebih bagus. Untuk membangun semua itu tidak mudah," ujar Febri.
Setelah aksi demo usai, hasil pantauan lokasi kejadian sejumlah fasilitas publik, menemukan berbagai fasilitas umum yang dirusak dan dibakar.
Mulai dari tempat sampah, tempat bunga di jalan sekitar kawasan Balai Pemuda dirusak dan juga dibakar masyarakat.
Terlihat sejumlah pendemo dengan anarkis mencabut tempat sampah yang terbuat dari seng dan kayu di jalan-jalan kemudian membakarnya di sekitar air mancur kawasan simpang empat.
Febri menjelaskan bahwa saat ini petugas Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surabaya masih mendaftar fasilitas publik yang dirusak saat aksi demo.
"Ya nanti semua akan diinventarisi berapa kerugian atas kerusakan fasilitas publik," katanya.
Dalam negara demokrasi, demo adalah salah satu upaya penyampaian pendapat yang diperbolehkan. Namun jangan sampai kesempatan bagus ini justru digunakan untuk merugikan diri sendiri dan masyarakat umum.
Jika sudah begitu, apa bedanya pendemo dengan pejabat yang merugikan masyarakat dengan Undang-Undang mereka?