Ilustrasi Nabi Muhammad - Image from islampos.com
Sudahkah kita membuktikan cinta pada Nabi Muhammad SAW?
Sejatinya mengagumi Nabi Muhammad SAW tak hanya di hari kelahiran Nabi, melainkan di sepanjang hidup kita. Lantas sudahkah kita membuktikan kecintaan kita pada beliau dengan melakukan 3 hal ini.
Pada Kamis (29/10/2020) lalu, semua umat Islam merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Di tengah semarak merayakan maulid Nabi, sudahkah kita merenungi apakah kita betul-betul mencintai beliau dengan melakukan 3 bukti cinta ini.
Ada tiga bukti cinta seorang muslim pada Nabi Muhammad SAW. Dalam konteks maulid (kelahiran) Nabi SAW, peristiwa ini menjadi momentum untuk membuktikan kecintaan kita kepada Rasulullah SAW.
Bukti Cinta pada Nabi Muhammad SAW
Ketiga bukti tersebut diantara ialah, pertama meneladani akhlaknya yang mulia.
Bukti kita meneladani Nabi Muhammad SAW adalah bisa menempatkan Nabi sebagai uswah (teladan) yang kita pelajari, kagumi, dan juga contoh perilakukanya dalam kehidupan sehari-hari.
Bukti cinta yang pertama ini juga ditunjukkan dengan upaya sekuat tenaga untuk menghidupkan akhlak mulia Nabi Muhammad SAW dalam keseharian.
Bukti cinta yang kedua adalah mematuhi dan menjalani anjuran yang diberikan Rasulullah SAW serta menjauhi apa yang dibenci dan dilarangnya.
Contohnya adalah dengan menebarkan nilai-nilai luhur, prinsip tauhid, kasih sayang, serta menjauhi segala hal yang rusak dan menjerumuskan.
Bukti cinta yang ketiga adalah memperbanyak menyebut namanya dalam sholawat dalam aktivitas sehari-hari. Dalam pepatah Arab dijelaskan:
من احب شَيْئا اكثر من ذكره
"Man ahabba syaian aktsara min dzikrihi (barangsiapa yang mencintai sesuatu/seseorang maka dia akan banyak menyebut namanya)".
Rasulullah SAW dalam sabdanya menjelaskan:
مَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ
"Man ahabbani kana ma'iy fi al-jannah (barangsiapa yang mencintaiku, maka kelak dia akan bersamaku di surga)".
Allah dan Malaikat-Nya pun bersholawat pada Rasulullah SAW. Dalam satu ayat dikatakan:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bersholawat kepada Nabi, wahai orangorang yang beriman bersholawatlah kepada Nabi dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya dengan sebenarbenarnya salam."
Berbagai ragam sholawat bermunculan sebagai wujud ekspresi cinta kepada Nabi. Umat Muslim tentu mengenal sholawat badar, sholawat fatih, sholawat nariyah, sholawat asghil, dan lainnya.
Kekayaan ragam sholawat ini juga telah menjadi warna dalam kebudayaan Islam. Bahkan, dalam tradisi Mesir, sholawat menjadi magnet paling kuat untuk merekatkan hubungan yang longgar serta mendamaikan orang yang berkonflik.
Namun ingat bahwa sholawat diwujudkan dalam perilaku. Jika mulut sudah bersholawat, apakah perilaku kita juga sudah bersholawat?
Mari kita bersholawat secara kafah, sholawat di hati, di mulut, dan juga perilaku. Sholawat perilaku adalah menghadirkan rahmat dan akhlak mulia Nabi Muhammad SAW.
Dan, seakan Nabi Muhammad hadir menyaksikan tingkah laku kita, sehingga kita akan malu jika berperilaku buruk dan bertentangan dengan akhlak beliau.