Bocah kleptomania dan petugas Dinsos Nunukan - Image from today.line.me
Kisah kelam bocah yang dicekoki sabu sejak usia 2 bulan
Menyedihkan, Ayah angkat menceritkan kebiasaan dan perilaku-perilaku ganjil bocah kleptomania yang baru-baru ini menggegerkan masyarakat. Salah satunya, bocah ini sudah mencuri sejak masih TK.
Kisah seorang bocah berinisial B dari Nunukan, Kalimantan Utara, yang diduga kleptomania membuat masyaraka terkejut.
Bocah yang kini mendapat perlakuan khusus di Mapolsek Nunukan Kota tersebut merupakan pelaku berbagai kasus pencurian dengan nilai dibawah Rp 10 juta.
Mapolsek Nunukan Kota telah mencatat sebanyak 23 laporan pencurian yang dilakukan B selama dua tahun terakhir. Dan banyak kasus serupa lainnya yang diselesaikan dengan jalan mediasi.
Balai Rehabilitasi Kewalahan
Sebenarnya, B sudah mendapat perhatian dari pemerintah daerah setempat serta telah dikirim ke Balai Rehabilitasi Bambu Apus Jakarta pada bulan Desember 2019.
Alih-alih berubah jadi lebih baik, kenakalan B yang diluar kewajaran justru membuat petugas Bambu Apus kewalahan dan pusing tujuh keliling mengurusinya.
Bahkan, kenakalan tersebut malah menular ke anak-anak lain di Bambu Apus. Mereka terpengaruh dengan tingkah polah B yang sering membagikan rokok yang dibelinya dari hasil uang curian milik pembinar.
Berdasarkan keterangan dari Adam, orangtua adopsi B, anak yang diduga kleptomania ini memiliki kisah hidup kelam dan pahit.
B dibesarkan dalam keluarga broken home. Ibunya yang bernama R (37) pernah bekerja di Malaysia menjadi buruh illegal dan ditangkap oleh aparat Malaysia.
"Saat mamaknya ditahan di sebelah (Malaysia), B ini hidupnya luntang lantung sendirian. Mamaknya bercerai dengan bapaknya waktu itu, kebetulan keluarga B pernah sewa saya punya rumah. Jadi saya minta B untuk kami adopsi jadi anak angkat, kasihan kan, itu tahun berapa lupa saya," ujar Adam, Selasa (24/11/2020).
Sejak TK Sudah Mencuri
Sejak saat itulah, ia disekolahkan di taman kanak-kanak (TK). Meski masih di usia TK, B ternyata sudah seringkali mencuri uang milik orang lain.
Adam menceritakan, dalam usia tersebut, B mencuri nominal kecil mulai dari Rp 10.000 sampai Rp 50.000 di sejumlah warung-warung warga di sekitar tempat tinggalnya.
Akibatnya, banyak warga yang melaporkan kenakalan si B kepada Adam selaku ayah angkat.
"Saya panggil dia, saya kasih jumpa orang orang yang melapor kalau dia mencuri, saya kasih kettek (pukul) tangannya pakai bambu kecil, apa dia jawab? ‘Pusing kepalaku pak kalau tidak mencuri’, tertawa orang dengar dia cakap. Macam mana tidak pening (pusing) kepala kalau macam itu dia punya jawaban?" tuturnya.
Setelah itu, B tidak pernah mau mengakui perbuatannya meski dia tertangkap basah sedang mencuri. Akibat ulahnya tersebut, Adam kemudian mengembalikannya ke ibunya setelah kira-kira satu tahun mengasuhnya.
Adam mengaku malu karena sudah sangat sering masyarakat melaporkan pencurian yang dilakukan B, walau jumlahnya tidak seberapa.
"Kalau nakalnya macam anak anak umum, dalam artian tidak mencuri, masih boleh saya kasih sekolah, biar sampai SMP mau saya kasih biaya. Cuma kalau mencuri begitu, malu kita," sambung Adam.
Semoga kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi para orang tua, untuk benar-benar bertanggung jawab dengan apa yang dikonsumsi dan pendidikan yang diberikan kepada anak.
Sehingga anak bisa tumbuh dengan baik serta menjadi pribadi yang mulia. Kalau sudah begini, maka lagi-lagi tanggung jawab kembali pada orang tua untuk perlahan-lahan melatih dan merubah anak untuk jadi orang yang jujur.