Sekelompok orang yang mengganti lafaz azan - Image from https://www.youtube.com/Manlahobalaho
'Hayya alash sholah' diganti 'Haya alal jihad'
Ketua MUI menegur sejumlah orang yang seenaknya sendiri mengganti lafaz adzan dengan ajakan jihad. Sebab ibadah tersebut bersifat taufiqi dan juga makna jihad yang sering disalahpahami.
Baru-baru ini sednag viral di masyarakat soal ulah sejumlah orang yang melakukan azan jihad. Jadi ada salah satu lafaz azan yang diganti dengan ajakan untuk berjihad.
Hal tersebut membuat Ketua MUI KH Cholil Nafis bereaksi keras. Dia menegur mereka yang mengubah redaksi azan dengan kata jihad dan menjelaskan bahwa hal itu tak pernah diajarkan Rasulullah SAW.
"Rasulullah, Nabi Muhammad SAW tak pernah mengubah redaksi azan. Bahkan saat perangpun tak ada redaksi azan yang diubah," kata Cholil Nafis, pada Selasa (1/12).
Ia juga menegaskan bahwa redaksi azan tak boleh diubah jadi ajakan jihad. "Redaksi azan itu tak boleh diubah menjadi ajakan jihad. Karena itu ibadah yang sifatnya tauqifi," KH Cholil Nafis
Ibadah yang sifatnya taufiqi atau dikenal dengan sebutan taufiqiyah adalah sesuatu yang hanya bisa ditetapkan berdasarkan pada dalil syari’i. Sehingga tidak berlaku ijtihad melainkan hanya dengan Al Quran dan Sunnah saja.
Pengasuh Ponpes Cendekia Amanah ini juga menerangkan bahwa azan itu sebenarnya panggilan untuk memberi tahu waktu salat dan melakukan salat jemaah di Masjid.
Meskipun, jelas dia, syariah masih menganjurkan kepada selain salat, seperti halnya sunah mengazani anak yang baru lahir atau saat jenazah diturunkan ke liang kubur.
"Maka di zaman Rasulullah SAW pernah dilakukan penambahan atau perubahan redaksi azan manakala ada uzur yang menghalangi masyarakat datang ke Masjid, seperti hujan deras dan angin kencang. Azan diubah dengan pemberitahuan dalam redaksi azannya bahwa masyarakat diminta untuk salat di rumahnya," jelas Cholil yang kemudian membagikan hadits nabi.
Diriwayatkan Imam Buchori dalam hadits berikut ini:
روى البخاري (666) ، ومسلم (697) عَنْ نَافِع ، قَالَ : " أَذَّنَ ابْنُ عُمَرَ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ بِضَجْنَانَ ، ثُمَّ قَالَ : صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ ، فَأَخْبَرَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ ، ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِهِ : " أَلاَ صَلُّوا فِي الرِّحَالِ " فِي اللَّيْلَةِ البَارِدَةِ ، أَوِ المَطِيرَةِ ، فِي السَّفَرِ .
Dari Nafi' bahwa Ibnu Umar pernah mengumandangkan azan salat di malam yang sangat dingin dan berangin kencang, maka dalam azannya ia mengucapkan; 'Alaa sholluu fir rihaal (Ingatlah salat-lah kalian di persinggahan?) Kemudian katanya; Rasulullah SAW juga pernah memerintahkan mu'adzinnya setelah azan jika malam sangat dingin dan terjadi hujan lebat untuk mengucapkan; 'Alaa shalluu fir rihaal (Ingatlah salat-lah kalian di persinggahan?)"
Selain itu, Ketua MUI juga menyebutkan banya orang yang salah paham mengenai makna jihad.
"Saya berharap masyarakat tak mengubah azan yang sudah baku dalam Islam. Panggilan jihad tak perlu melalui azan. Dan jihad bukan hanya berkonotasi perang secara fisik saja tapi juga dalam memantapkan iman dan penguatan umat Islam," jelasnya.
Jihad bisa dimaknai sebagai “qital” atau “perang”. Selain itu, jihad juga dapat dimaknai untuk seluruh perbuatan yang memperjuangkan kebaikan.
Jihad dilakukan sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Jika keadaannya menuntut seorang muslim berperang karena kaum muslim mendapat serangan musuh, maka jihad seperti itu wajib.
Namun jika dalam kondisi damai, maka medan jihad sangat luas, yaitu pada semua usaha untuk mewujudkan kebaikan seperti dakwah, pendidikan, ekonomi, bahkan sekedar menahan diri dari hawa nafsu.
"Dan saya berharap masyarakat tenang dan tak perlu resah dan jangan sampai terprovokasi untuk melakukan kekerasan dan kerusuhan" pungkas KH Kholil Nafis.
Oleh sebab itu, dalam menanggapi adanya realitas perubahan lafaz adzan sebaiknya Umat Islam memahami bahwa hal itu salah. Mengingatkan dan menasehati dengan cara yang baik. Serta tidak terpengaruh dengan ajakan provokasi untuk berperang atau melakukan kekerasan.