Viral, Siswa SMA Tak Naik Kelas Karena Laptop Rusak, Pihak Sekolah Buka Suara
Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 18 Jul 2020Ilustrasi laptop rusak - Image from ussfeed.com
Kok bisa hanya gara-gara laptop rusak bisa tak naik kelas?
Ibu dari siswa kelas X ini tidak terima dan laporkan kejadian yang dialami anaknya ke serikat guru Indonesia. Serikat guru menegaskan siswa tidak boleh dirugikan karena pembelajaran jarak jauh. Merasa nama baiknya tercemar, sekolah angkat bicara. Ini penjelasannya.
Sebelumnya viral kisah RVR, seorang siswa kelas X IPS SMA Negeri 2 Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, yang dikabarkan tinggal kelas karena laptopnya rusak.
Akibat lapotopnya rusak RVR tidak bisa mengikuti ujian Penilaian Akhir Tahun (PAT) sehingga mendapat nilai nol pada lima mata pelajaran yang diujikan.
Hal ini menyebabkan nilai rapornya tidak mencapai kriteria ketuntasan umum (KKM) sebagai prasyarat naik kelas.
Selain itu, RVR juga dikabarkan tidak mendapatkan ujian susulan dari sekolahnya. Sehingga saat ini dia tidak bersekolah dan hanya membantu ibunya dengan sekedar menjadi pelayan kafe.
Orang Tua Lapor Serikat Guru
NS, orangtua RVR lantas mengadukan masalah yang dialami anaknya ke Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Sekjen FSGI Heru Purnomo menyatakan, oknum guru dan kepala sekolah di SMA Negeri 2 Nganjuk telah menyalahi Surat Edaran Mendikbud No. 4 Tahun 2020, bahwa selama pembelajaran jarak jauh guru tidak boleh mengejar ketercapaian kurikulum.
Sebab terbatasnya waktu, sarana, media pembelajaran, dan lingkungan yang ada menyebabkan kegiatan belajar-mengajar banyak terhambat.
"Jadi ada relaksasi kurikulum dalam pesan SE tersebut. Sekolah tak memahami esensi SE mendikbud tampaknya," kata Heru dalam rilis yang sudah terkonfirmasi Kompas.com, Kamis (16/7/2020).
Heru menambahkan, dalam kasus tersebut guru dan kepala sekolah dinilai telah menyalahi Pedoman Penilaian SMA yang dibuat Direktorat P-SMA, Dirjend PAUD-Dikdasmen, Kemdikbud RI, UU Perlindungan Anak, dan peraturan pemerintah tentang Guru.
Oleh sebab itu sebagai bentuk advokasi, langkah awal FSGI berupaya untuk memediasi kasus antara siswa dan pihak sekolah tersebut. Namun, langkah awal itu belum menemukan titik temu karena kepala sekolah sulit dihubungi.
"Sudah mencoba menghubungi kepala sekolah melalui pesan WhatsApp (WA) secara pribadi dan telepon, tapi tidak ada respons," ungkap Heru.
FSGI juga berencana melaporkan kasus ini kepada KPAI dan Dirjen Kemendikbud RI dengan harapan ada jalan tengah. Sehingga tak merugikan siswa dan RVR secepatnya kembali bisa bersekolah lagi.
"Bagi FSGI siswa tidak boleh dirugikan dalam proses pembelajaran, apalagi selama PJJ berlangsung." ujar Heru Purnomo yang juga seorang kepala sekolah ini.
Pihak Sekolah Membantah
Sementara itu, pihak SMA Negeri 2 Nganjuk membantah penyebab RVR tidak naik kelas hanya perihal laptop rusak sebagaimana pengaduan orang tua RVR kepada pihak FSGI.
Kepala Sekolah SMAN 2 Nganjuk Rita Amalisa mengatakan, soal laptop yang rusak itu adalah hal yang tidak benar dan bukan merupakan alasan RVR tidak naik kelas.
"Laptop yang rusak itu tidak ada hubungannya. Itu salah," ujar Rita dalam sambungan telepon, Jumat (17/7/2020) siang.
Menurut Rita, RVR tidak naik kelas karena dari rentetan masalah yang terjadi sebelumnya, di antaranya dia tidak mengumpulkan tugas harian selama pembelajaran jarak jauh era pandemi. Dan juga RVR tidak mengikuti ujian akhir.
Rita mengungkapkan, pada awal-awal sebelum permasalahan ini terjadi, pihak sekolah sudah berupaya melakukan pembinaan dan juga kelonggaran kepada RVR.
Mulai dari pemanggilan orangtua hingga empat kali, serta kunjungan ke rumah siswa hingga dua kali.
"Pas hari pertama enggak ikut ujian, kami datangi rumahnya dia enggak ada. Ditunggu sampai pulang, enggak pulang-pulang," ujar Rita.
Sehingga saat tiba waktunya dilakukan rapat pleno sekolah, data-data berkas RVR dianggap tidak memenuhi syarat untuk naik ke tingkat selanjutnya. Syarat itu di antaranya karena adanya lebih dari dua mata pelajaran yang tidak tuntas.
Ketidaktuntasan itu menurut Rita terjadi karena RVR tidak mengikuti ujian mapel tersebut tanpa memberikan alasan apapun. Dia menyayangkan kabar yang beredar di media sosial yang dianggapnya tidak sesuai dengan faktanya.
Begitu juga dengan kabar latar belakang ekonomi RVR yang disebut kurang mampu. Padahal menurut Rita hal tersebut tidak benar karena orangtuanya adalah perwira polisi dan ibunya PNS.
Bahkan belakangan, pihak sekolah juga sudah memfasilitasi perpindahan sekolah sebagaimana yang diminta oleh orangtua RVR.
"Kami merasa tercemar dalam hal ini dan harus diluruskan," ujar Rita.
Terkait perbedaan kabar yang diinformasikan kedua belah pihak ini, seharusnya segera ada tindak lanjut dari pihak terkait agar segera memberikan keterangan lengkap dan benar atas kasus yang terjadi.
Jangan sampai, informasi ini pada akhirnya akan semakin memperkeruh suasana dan memperburuk keputusan pembelajaran jarak jauh yang dinilai sebagai keputusan yang tepat saat pandemi.