6 Kondisi Darurat yang Diperbolehkan untuk Menunda Shalat

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 27 Aug 2020

6 Kondisi Darurat yang Diperbolehkan untuk Menunda Shalat

Ilustrasi shalat - Image from newsmaker.tribunnews.com

Amalan yang paling afdhal adalah mendirikan shalat (lima waktu) di awal waktu

Shalat yang paling afdhal dilaksanakan di awal waktu, sebagaimana hadist riwayat Imam Tirmidzi. Meski begitu, ada beberapa hal yang memperbolehkan kita menunda waktu shalat jika terjadi 6 kondisi berikut ini, sebagaimana teladan dari Nabi Muhammad SAW.

Hadirnya Islam adalah sebagai agama yang rahmatan lil alamin. Oleh sebab itu, Islam bukan agama yang menyulitkan justru membawa kebaikan dengan kemudahan. 

Termasuk perihal ibadah shalat. Syariat Islam memberikan keringanan bagi pemeluknya untuk mengulur waktu sholat karena ada kedaruratan.

"Terkadang mengakhirkan sholat justru malah lebih dianjurkan, apabila ada alasan yang syar'i dan dibenarkan secara hukum," kata pakar Fiqih Ahmad Sarwat dikutip dari Republika.co.id di Jakarta, Rabu (26/8). 

Mengakhirkan sholat dibolehkan jika mengalami enam kodisi darurat seperti ini. 

1. Tidak Ada Air untuk Berwudhu

Dalam keadaan kelangkaan air untuk berwudhu, tetapi masih ada keyakinan dan harapan untuk mendapatkan air di akhir waktu. Para ulama sepakat memfatwakan bahwa sholat lebih baik ditunda hingga sampai waktu akhir shalat. 

Mazhab Syafi'i menegaskan lebih utama menunda sholat dengan tetap berwudhu menggunakan air. Dibandingkan menunaikan sholat di awal waktu, tetapi hanya dengan bertayammum dengan tanah. 

2. Menunggu Jamaah 

Meski sholat di awal waktu itu lebih utama, kenyataaanya hal itu tidak bersifat mutlak. Sebab, nyatanya Rasulullah SAW sendiri tidak selamanya sholat di awal waktu. Ada kalanya beliau menunda sholat hingga beberapa waktu, tetapi masih masuk dalam waktunya. 

Salah satunya adalah sholat Isya yang seringkali dilakukan di akhir waktu, bahkan dikomentari sebagai waktu sholat yang lebih utama.

عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الأَسْلَمِيِّ قَالَ: وَكَانَ يَسْتَحِبُّ أَنْ يُؤَخِّرَ مِنْ العِشَاءِ وَكَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا- مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ 

Dari Abi Bazrah Al-Aslami berkata, ”Dan Rasulullah suka menunda sholat Isya’, tidak suka tidur sebelumnya dan tidak suka mengobrol sesudahnya.” (HR Bukhari Muslim)

Bahkan beliau seringkali memperlambat dimulainya sholat jika melihat jamaah belum berkumpul semuanya. Misalnya dalam sholat Isya, beliau seringkali menunda dimulainya sholat jika seluruh sahabat belum datang ke masjid. 

عن جَابِرٍ قال: وَالْعِشَاءَ أَحْيَانًا وَأَحْيَانًا إِذَا رَآهُمْ اِجْتَمَعُوا عَجَّلَ وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَئُوا أَخَّرَ

“Dan waktu Isya’ kadang-kadang, bila beliau SAW melihat mereka (para shahabat) telah berkumpul, maka dipercepat. Namun bila beliau melihat mereka berlambat-lambat, maka beliau undurkan.” (HR Bukhari Muslim)

3. Tabrid 

Terkadang bila siang hari sedang panas-panasnya, Rasulullah SAW menunda menunaikan shalat dzuhur.

Sehingga para ulama pun mengatakan bahwa hukumnya mustahab bila sedikit diundurkan. Apalagi jika saat siang sedang panas-panasnya, dengan tujuan agar meringankan dan mengondisikan tetap khusyu'. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini : 

إِذَا اشْتَدَّ البَرْدُ بَكَّرَ بِالصَّلاَةِ وَإِذَا اشْتَدَّ الحَرُّ أَبْرَدَ بِالصَّلاَةِ 

Dari Anas bin Malik RA berkata bahwa Nabi SAW, bila dingin sedang menyengat, menyegerakan sholat. Tapi bila panas sedang menyengat, beliau mengundurkan sholat. (HR Bukhari)

4. Buka Puasa 

Selain itu, Rasulullah SAW juga menunda pelaksaan sholat Maghrib, khususnya bila beliau sedang berbuka puasa. Padahal waktu Maghrib adalah waktunya pendek. 

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

“Senantiasa manusia dalam kebaikan selama ia menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Makanan Terhidang

Sholat juga lebih utama untuk ditunda dan diakhirkan jika makanan telah terhidang. Beliau SAW juga menganjurkan untuk menunda sholat jika seseorang sedang menahan buang hajat. Itulah petunjuk langsung dari Rasulullah SAW dalam hadits sahih : 

لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ 

“Tidak ada sholat ketika makanan telah terhidang.” (HR Muslim) 

6. Menahan Buang Air 

وَلاَ هُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ 

“(Tidak ada sholat) atau ketika menahan kencing atau buang hajat.” (HR. Muslim).

Oleh sebab itu mengakhirkan atau menunda pelaksanaan sholat tidak selamanya buruk, ada kalanya justru lebih baik, sebab memang ada 'illat yang mendasarinya. 

Dalam format sholat berjamaah di masjid, wewenang untuk mengakhirkan pelaksanaan sholat berada sepenuhnya di tangan imam masjid. 

Jadi, jika memang sedang berada di enam kondisi tersebut, kita boleh menunda shalat. Bahkan bernilai lebih baik dibandingkan shalat tepat waktu. 

Jika kita perhatikan, lebih banyak manfaat yang didapatkan saat menunda shalat di enam kondisi tersebut. Salah satunya, saat buka puasa dan makanan terhidang. 

Di saat tersebut, perut pasti sudah terasa keroncongan dan lapar sehingga ingin segera makan. Saat kondisi seperti itu, tentu sangat bisa memengaruhi kekhusyuan saat shalat. 

Entah itu membayangkan makanannya, perut semakin keras berbunyi dan bahkan terasa sakit, atau malah tergesa-gesa saat shalat. 

Oleh sebab itu, lebih baik segera makan dan berbuka, sehingga selanjutnya bisa ibadah shalat dengan tenang, khusyu dan tidak terburu-buru. 

SHARE ARTIKEL