Berkah Sedekah Jariyah, Sumur Wakaf Utsman Berkembang Jadi Kebun Kurma dan Hotel
Penulis Dian Editor | Ditayangkan 18 Dec 2020Hotel Ustman bin Affan - Image from kisahmuslim.com
Manfaat wakaf 1400 tahun lalu masih bisa dirasakan hingga saat ini
Keuntungan dari kebun kurma dan hotel diberikan secara rutin dan konsisten kepada yatim piatu dan fakir miskin. Inilah bukti nyata bahwa berdagang dengan Allah SWT tak akan merugi, bahkan pahalanya terus mengalir meski telah lama meninggal.
Pernahkah kamu mendengar nama Utsman bin Affan? Selain tergolong dalam Khulafaur Rasyidin, beliau adalah seorang pebisnis yang kaya raya dan dermawan.
Siapa yang sangka, sudah lebih dari 1400 tahun berlalu, tapi keberkahan sumur yang diwakafkan oleh Utsman masih terus dimanfaatkan hingga sekarang.
Bahkan yang mulanya hanya sebuah sumur berkembang menjadi kebun kurma dengan ribuan pohon, rekening di bank, hingga hotel yang diatas namakan dengan Utsman bin Affan.
Lantas, bagaimana ceritanya sebuah sumur bisa berkembang sedemikian rupa dan memberikan manfaat untuk banyak orang?
Kisah Wakaf Utsman bin Affan
Dikisahkan, di masa Rasulullah SAW, kota Madinah pernah mengalami kesulitan air bersih. Bahkan sumber air yang tersisa hanya satu yakni sumur milik seorang Yahudi, yang bernama Sumur Raumah.
Sumur tersebut memiliki air yang rasanya mirip dengan air zam-zam. Karena sumur yang tersedia hanya 1, maka membuat kaum muslimin dan penduduk Madinah terpaksa harus antri dan membeli air bersih dari Yahudi tersebut.
Prihatin dengan kondisi umatnya, Rasulullah SAW kemudian bersabda:
“Wahai Sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surgaNya Allah Ta’ala” (HR. Muslim).
Menanggapi sabda Rasulullah SAW tersebut, Utsman bin Affan ra. kemudian segera bergerak untuk membebaskan sumur Raumah itu dengan membelinya .
Kemudian, Utsman segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawar untuk membeli sumur Raumah. Tak tanggung-tanggung, beliau menawar dengan harga yang tinggi.
Meskipun sudah diberi penawaran yang tertinggi sekalipun Yahudi pemilik sumur tetap menolak untuk menjualnya.
“Seandainya sumur ini saya jual kepadamu wahai Utsman, maka aku tidak memiliki penghasilan yang bisa aku peroleh setiap hari” demikian Yahudi tersebut menjelaskan alasan penolakannya.
Negosiasi Membeli Sumur Milik Yahudi
Utsman bin Affan ra. yang ingin sekali mendapatkan balasan pahala berupa Surga Allah Ta’ala, tidak kehilangan cara untuk membujuk pemilik sumur tersebut.
“Bagaimana kalau aku beli setengahnya saja dari sumurmu” Utsman, kemudian mencoba bernegosiasi.
“Maksudmu?” tanya Yahudi kebingungan.
“Begini, jika engkau setuju maka kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini milikku, esoknya kembali menjadi milikmu kemudian lusa menjadi milikku lagi demikian selanjutnya berganti satu-satu hari. Bagaimana?” jelas Utsman.
Yahudi pun akhirnya mulai tertarik, ”… saya mendapatkan uang besar dari Utsman tanpa harus kehilangan sumur milikku”, ucapnya dalam hati.
Akhirnya si Yahudi setuju untuk menerima tawaran Utsman tadi dan disepakati pula hari ini sumur Raumah adalah milik Utsman bin Affan ra.
Utsman pun segera mengumumkan bahwa sebagian sumur itu adalah miliknya, sehingga siapapun yang membutuhkan air
Ia kemudian mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk 2 hari, sebab keesokan harinya sumur itu bukan lagi milik Utsman.
Sumur Raumah Jadi Milik Utsman
Keesokan hari Yahudi mendapati sumur miliknya sepi dari pembeli, sebab penduduk Madinah masih punya air di rumah.
Kemudian Yahudi mendatangi Utsman dan berkata, "Wahai Utsman belilah setengah lagi sumurku ini dengan harga sama seperti engkau membeli setengahnya kemarin”.
Lalu Utsman membeli sumur itu seharga 20.000 dirham, maka sumur Raumahpun menjadi milik Utsman sepenuhnya.
Setelah itu, Utsman bin Affan ra. langsung mewakafkan sumur Raumah. Sejak itu sumur Raumah dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk Yahudi si pemilik lama.
Kebun Kurma dengan Ribuan Pohon Kurma
Setelah sumur itu diwakafkan dan waktu telah berlalu, tumbuhlah di sekitar sumur itu beberapa pohon kurma yang terus bertambah.
Kebun kurma tersebut terus dipelihara dan berkembang hingga sekarang. Setelah daulah Ustmaniyah, kebun kurma juga dipelihara oleh Pemerintah Saudi, hingga saat ini terdapat 1550 pohon kurma.
Selanjutnya Departemen Pertanian Saudi menjual hasil kebun kurma ini ke pasar-pasar yang hasil keuntungannya akan disedekahkan.
Setengah dari keuntungan tersebut disalurkan untuk anak-anak yatim dan fakir miskin. Sementara itu, setengahnya ditabung dan disimpan dalam bentuk rekening khusus atas nama Utsman bin Affan.
Berkembang Jadi Hotel di Dekat Masjid Nabawi
Begitulah seterusnya, hingga uang yang ada di bank tersebut cukup untuk membeli sebidang tanah yang kemudian dibangun hotel cukup besar.
Tak hanya itu, hotel itu juga terletak di salah satu tempat yang strategis dekat Masjid Nabawi.
Diperkirakan omsetnya akan mencapai RS 50 juta per tahun. Setengah omset tersebut akan diberikan untuk anak2 yatim dan fakir miskin, dan setengahnya lagi tetap disimpan dan ditabung di bank atas nama Utsman bin Affan ra.
Masyaallah, sungguh kisah ini menjadi bukti bahwa tiada kerugian berdagang di jalan Allah SWT. Bahkan, saat kita berdagang di jalan Allah SWT, kita akan mendapatkan keuntungan yang berkali-kali lipat.
Wakaf ini menjadi salah satu contoh nyata dari sedekah jariyah, dimana pahalanya selalu mengalir, meskipun orang yang bersedekah telah meninggal dunia.
Disebutkan di dalam hadits shahih dari Abi Hurairah ra. bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda.
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya”. [HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i]